Kopi dan cangkir

Beberapa waktu yang lalu seorang teman berbagi cerita tentang kopi dan cangkir. Katanya dia dapat cerita ini dari Mario Teguh. Pak Mario bercerita begini: Suatu waktu ada seorang Profesor mengundang beberapa mahasiswanya ke rumahnya. Sang Profesor pun membuatkan kopi untuk menjamu tamunya. Berhubung dia tidak punya banyak cangkir, akhirnya diambillah cangkir dan gelas seadanya.

Sang Profesor pun menuangkan kopi ke setiap cangkir dan gelas. Ada cangkir keramik mahal, ada cangkir keramik biasa, ada gelas jadul, ada gelas plastik dan lain-lain.

Saat kopi dihidangkan, setiap orang berebut untuk mengambil kopi di dalam cangkir keramik mahal. Mereka yang terlambat akhirnya hanya dapat kopi di cangkir atau gelas yang biasa.

Setiap orang berharap mendapat yang terbaik sehingga mereka berebut untuk mendapatkan cangkir keramik yang mahal. Padahal, isi yang dituju, yaitu kopi buatan sang profesor tetap sama. Tidak berubah rasanya walaupun ditaruh di wadah yang berbeda-beda.

Inilah insight atau pelajaran yang bisa dipetik dari cerita ini.

Hal yang sama kita temui dipilihan pekerjaan yang kita jalani. Banyak orang begitu menggebu-gebu untuk bekerja di perusahaan yang bonafide, berkantor di kawasan elite dan memakai dasi. Kesana kemari menenteng handphone model terbaru. Tas dan sepatunya bermerek. Pokoknya semua serba wah.

Padahal gajinya mungkin sama dengan karyawan pabrik.

Bandingkan dengan karyawan pabrik. Setiap hari ngga usah pusing mikirin mau pakai baju apa… soalnya semua karyawan pakai baju seragam yang sama. Ngga perlu pakai dasi, malah kalau bisa buka baju… panas bo, pabrik ngga pakai ac. Tentengannya hp Nokia jadul. Sepatu pun ala kadarnya.

Masalah makan, karyawan pabrik ngga pilih-pilih. Mau warteg pinggir jalan, mau warung padang, sampai tukang nasi uduk dijabanin. Coba karyawan kantoran berdasi, malu sama dasi kalo mau masuk warteg. Akhirnya makan di fast food, atau tempat lain yg sekiranya ngga malu-maluin.

Kalaupun kepepet akhir bulan, gaji sudah habis dan terpaksa makan di warteg, pilih warteg paling jauh dari tempat kerja. Tidak lupa copot dasi. Sialnya kalau pas udah masuk warteg ternyata ada teman divisi lain yang udah duluan ada di dalam, trus ditanya… mau ngapain bro?… sambil malu2 dia jawab, “ngga, lagi survey harga”… hehehe…

Inilah harga sebuah cangkir. Yang didapat bukan nikmat melainkan gengsi. Padahal kalau dipikir-pikir, gengsi ngga ada harganya, bahkan lebih sering nyusahin. Itu cuma bayangan semu dan bukan sesuatu yang riil. Kalau pun si karyawan berdasi memegang hp terbaru, jam tangan keren, sepatu bermerek, kemungkinan besar itu hasil kredit, nyicil 6 sampai 12 bulan… betull???

Jadi sebetulnya kita ngga usah terlalu peduli sama cangkir. Yang penting kopinya. Untungnya sebagian besar wanita sudah menyadari hal ini. Makanya jangan heran kalau lihat wanita cantik menggandeng pria yang tidak tampan. Yang penting kopinya… bukan cangkirnya…hehehe… Bahkan Mario Teguh pernah bilang “Dulu saya pikir semua wanita matre… ternyata memang iya”.

Pun akan jauh lebih baik bila sebelum kita minum kopi, kita tentukan dulu kita mau minum kopi apa. Dengan demikian kita tidak mengalir seperti air dan akhirnya menyalahkan semua pada takdir.

Untuk yang ini saya ambil contoh Merry Riana. Setelah lulus kuliah, dia dan Alva membuat list daftar pekerjaan yang berpenghasilan besar yang akan mendekatkan mereka pada impian mereka. Mereka pun menentukan 1 pilihan dan membuat strategi untuk menjalaninya. Mereka konsisten di jalan pilihan mereka dan hasilnya bisa dilihat saat ini. Betapa sang Merry Riana sudah berhasil mendapatkan penghasilan satu juta dollarnya di usia yang masih muda.

Dari contoh di atas, Merry memilih kopi yang ia ingin minum, dan berjuang untuk mendapatkannya. Apakah ia peduli dengan cangkir? Rasanya tidak. Buktinya tanpa ragu2 ia turun ke jalan, dengan bahasa inggris pas-pasan dan skill komunikasi yang minim. Buat sebagian orang, kondisi tersebut sudah cukup membuat mereka mengurungkan niat untuk bertindak. Tapi tidak untuk Merry dan Alva.

So, kesimpulan yang bisa kita ambil adalah bahwa antara cangkir dan kopi sebetulnya kopi jauh lebih penting. Dan akan lebih baik jika kita sudah dapat menentukan sebelumnya kopi mana yang kita ingin minum, serta cara untuk memperolehnya.

Selamat berburu kopi.

Leave a Reply

Your email address will not be published.